Jumat, 09 Mei 2014
askep HIV
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Penderita AIDS” dengan sebaik-baiknya.
Adapun
maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas ilmu keperawatan
dasar III serta sebagai syarat menempuh ujian semester.
Dalam
penyusunan makalah ini,penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun
duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat
waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak.
Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis
sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini,
penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun
materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan
suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.
Pangkajene, Oktober 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya
Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada
tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang
telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum
benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung
antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV,
seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan
cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke
berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa
AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981,
dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada
sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di
banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta
(antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang
kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi
dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari
2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus
kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen
PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS
sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang
terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak
mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah
membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 –
130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina
dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
2.
Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi AIDS.
2. Untuk mengetahui
etiologi/penyebab AIDS
3. Untuk mengetahui cara
penularan AIDS
4. Untuk mengetahui
manifestasi klinis pada klien AIDS
5. Untuk mengetahui
patofisiologi AIDS
6. Untuk mengetahui pathway
AIDS
7. Untuk mengetahui komplikasi
klien dengan AIDS
8. Untuk mengetahui
pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS
9. Untuk mengetahui
penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian
AIDS menurut beberapa ahli antara lain:
1. AIDS adalah infeksi oportunistik
yang menyerang seseorang dimana mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (
sel T berjumlah 200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.
(Doenges, 1999)
2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi
klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia,
2005)
B.
ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus
limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV),
adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus
mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah
masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan
HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein
yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur
genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang
membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx
meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari
protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang
pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga
senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
1.
Cara Penularan
Cara
penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
·
Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
·
Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
·
Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
·
Transmisi dari ibu ke anak :
a. Selama kehamilan
b. Saat persalinan, risiko penularan 50%
c. Melalui air susu ibu(ASI)14%
C.
PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus
HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun.
Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS
dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus
HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus
harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit.
Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel,
virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan
partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit
lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang
memiliki suatu reseptor protein yang disebut CD4, yang terdapat di selaput
bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan
sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki
reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T
penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem
kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan
sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV
akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau
tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL
darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun
sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada
orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun
tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar
yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan
penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang
tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan
orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya
AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200
sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan
pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali
menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan
untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak
banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada
saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan
sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam
tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap
HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu
penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun
apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini
disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS
yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi
HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang
lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
D.
TANDA
DAN GEJALA
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS :
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS :
Panas
lebih dari 1 bulan,
Batuk-batuk,
Sariawan dan nyeri menelan,
Badan menjadi kurus sekali,
Diare ,
Sesak napas,
Pembesaran kelenjar getah bening,
Kesadaran menurun,
Penurunan ketajaman penglihatan,
Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
Batuk-batuk,
Sariawan dan nyeri menelan,
Badan menjadi kurus sekali,
Diare ,
Sesak napas,
Pembesaran kelenjar getah bening,
Kesadaran menurun,
Penurunan ketajaman penglihatan,
Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2.Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
E.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis infeksi HIV dapat
disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom retroviral akut, demensia HIV), infeksi
ofortunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi
dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4.( Arif
Mansjoer, 2000 )
1. Infeksi retroviral akut
Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%.
Gambaran klinis menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri
tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare,
leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan neorologi
seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis akut. Sindrom
ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat
terjadi limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap,
disebut juga masa jendela (window period).
3. Masa gejala dini
Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300.
Gejala yang timbul adalah akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis
vagina, sariawan, herped zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa
ini dulu disebut AIDS Related Complex(ARC)
4. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan
daya tahan ini menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat
atau keganasan
.
F.
KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000
) antara lain :
1. Pneumonia pneumocystis
(PCP)
2. Tuberculosis (TBC)
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis
6. Leukoensefalopati
multifocal prigesif
7. Sarcoma Kaposi
8. Kanker getah bening
9. Kanker leher rahim (pada
wanita yang terkena HIV)
G.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer,
2000) adalah
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi
oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang
memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari
tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar,
pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari
jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan
pemeriksaan jumlah CD4, protein
purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus,
serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500
maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka
diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian
profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan
viral load untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau
hasil pengobatan.
Bila tidak
tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau
flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat
digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.
H.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
terapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
a.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman
untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT
tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system
imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus
pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
– Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
2.
Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita
AIDS (UGI:2012) adalah
a. Tujuan Umum Diet
Penyakit HIV/AIDS adalah:
·
Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit
infeksi HIV.
·
Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi
tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
·
Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
·
Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan
relaksasi.
b.
Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS
adalah:
·
Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan
muntah.
·
Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang
terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan
kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.
·
Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
·
Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama
jaringan otot).
·
Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang
adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
c.
Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
·
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi,
diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan
energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1°C.
·
Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan
mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada
kelainan ginjal dan hati.
·
Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total.
Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak,
digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT).
Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki
fungsi kekebalan.
·
Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka
Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat,
Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin
berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
·
Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
·
Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien
dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan
bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan
kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).
·
Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare
perlu diganti (natrium, kalium dan klorida).
·
Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien.
Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat
kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat,
maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama
atau makanan selingan.
·
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
·
Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara
mekanik, termik, maupun kimia.
d.
Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi
HIV, yaitu kepada pasien dengan:
a. Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya
panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar
getah bening).
c. Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d. Infeksi HIV dengan TBC.
e. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV
Wasting Syndrome.
Makanan
untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya
dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan
enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga
macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1)
Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien
infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak
nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat
diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa
hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada
kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk
kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat
sendiri atau menggunakan makanan enteral
komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin
dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa
polimer (misalnya polyjoule).
2)
Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai
perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam
bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan
membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan
enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
3)
Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai
perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa
gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan
sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan
makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi
penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai
makanan tambahan atau makanan utama.
Langganan:
Postingan (Atom)