Rabu, 07 Mei 2014
spiritual
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kita bisa lari pagi di akhir pekan, kita bisa berenang di
gelanggang kesukaan, kita bisa bermain golf di lapangan yang penuh keindahan,
kita bisa beres - beres rumah untuk menjaga kebersihan dan kerapihan, atau
sekedar jalan - jalan ke pusat pembelanjaan, dan kitapun bisa tidur untuk
menepis keletihan. Itu semua penting untuk menjaga kebugaran Bukan sekedar
penting...tapi juga merupakan kebutuhan.
Kita sadar....,Diri kita terdiri dari jiwa dan raga, raga
sering kita perhatikan baik untuk menjaga kebugaran maupun kesehatan. Berbagai
supplemen dan multivitamin kita perhatikan, bahkan anggaran kita alokasikan
untuk sebuah kecantikan. Itu tidak salah. Itu sangat bagus...karena merupakan
bagian dari ibadah, dimana kita bisa menyukuri nikmat-Nya dengan menjaga dan
merawat setiap pemberian-Nya, selama semua diniatkan semata - mata untuk ibadah
dan syukur pada-Nya
Ada satu hal yang sering kita lupakan,yaitu kebutuhan gizi
spiritualitas yang sering kita abaikan jangankan memperhatikan gizi masukan,
kadang kita tidak mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, bahkan untuk
mengenalpun sering tak dihiraukan, padahal spiritualitas adalah aspek yang
sangat penting sama pentingnya dengan menjaga kebugaran dan kesehatan ragawi.
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui, dengan penyakit
spiritual yang ada pada diri kita dan mungkin kan mengerogoti kebugaran dan
kesehatan ruhani kita. Perhatikanlah ucapan kita.., jangan sampai terjangkit
"Penyakit Bohong", perhatikanlah ibadah kita.., jangan sampai menjadi
"Riya", perhatikanlah kecantikan / ketampanan kita, jangan sampai
terindikasi "Penyakit Sombong", jangan sampai karena kekayaan kita
menjadi "Penderita Kikir", Jangan sampai dengan kemiskinan kita
menjadi "Pengidap Kufur", Jangan sampai dengan keilmuan kita menjadi
"Penderita takabur", Hati - hatilah selalu jika kita, rajin beribadah
karena dilihat dan dipuji orang, dan menjadi malas ketika sendirian.
Apalagi selalu menceritakan berbagai amalan dan kebajikan,
jangan sampai kebaikan kita pada orang, hanya akan mempermalukan dan menjadi
bahan gunjingan.
Lakukanlah identifikasi dengan benar, kenali langkah -
langkah tindak lanjutnya, berobatlah ke Klinik spiritual, lakukan perawatan
intensif dan regular, sekali - kali mintakan general check up spiritual, semoga
kita menjadi manusia paripurna, yang bugar dan sehat secara lahir dan bathin.
Amin
B.
TUJUAN
Memahami konsep elemen-elemen spiritual agar dapat
memberikan asuhan keperawatan pada lingkup kesehatan spiritual sebagai wujud
keperawatan holistic, perawat juga dituntut untuk menanggapi keadaan sehat
sakit manusia yang beraneka ragam dengan cara yang berbeda tergantung pada
individu secara spiritual karena setiap interaksi dan perilaku individu sangat
dipengaruhi oleh spiritualisme yang dialami dalam kehidupan individu tersebut.
Dengan
mempelajari elemen-elemen spiritual, seorang perawat dapat mengunakan
pendekatan ilmu spiritual dalam memenuhi kebutuhan spiritual klien dalam
mencari identitas dan menemukan arti kehidupan dan menemukan cara untuk
mengatasi sakit dan stress yang terus menerus dalam kehidupan. Tepatnya
pelayanan spiritual dibutuhkann oleh perawat dalam memberikan pelayanan yang
memungkinkan pemberian pertolongan dan menerima bantuan serta kemungkinan
membentuk suatu hubungan dengan klien.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SPIRITUALITY
Spirituality
berasal dari bahasa latin “spiritus” yang berarti nafas atau udara.spirit
memberikan hidup,menjiwai seseorang. Spirit memberikan arti penting ke hal apa
saja yang sekiranya menjadi pusat dari seluruh aspek kehidupan seseorang(
Dombeck,1995).
Spirituality
adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup
kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu menghadirkan cinta,
kepercayaan, dan harapan, melihat arti dari kehidupan dan memelihara hubungan
dengan sesama. (Perry Potter, 2003).
Spiritual
adalah konsep yang unik pada masing-masing individu (Farran et al, 1989).
Masing-masing individu memiliki definisi yang berbeda mengenai spiritual, hal
ini dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup dan ide-ide mereka
sendiri tentang hidup. Menurut Emblen, 1992 spiritual sangat sulit untuk
didefinisikan. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritual termasuk
makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan dan eksistensi. Spiritual
menghubungkan antara intrapersonal (hubungan dengan diri sendiri),
interpersonal (hubungan antara diri sendiri dan orang lain), dan transpersonal
(hubungan antara diri sendiri dengan tuhan/kekuatan gaib)
Spiritual
adalah suatu kepercayaan dalam hubungan antar manusia dengan beberapa kekuatan
diatasnya, kreatif, kemuliaan atau sumber energi serta spiritual juga merupakan
pencarian arti dalam kehidupan dan pengembangan dari nilai-nilai dan sistem
kepercayaan seseorang yang mana akan terjadi konflik bila pemahamannya
dibatasi. (Hanafi, djuariah. 2005)
Spirituality atau kepercayaan spiritual adalah kepercayaan
dengan sebuah kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan pencipta, sesuatu yang
bersifat Tuhan, atau sumber energi yang tidak terbatas. Contoh, seseorang
percaya pada Tuhan, Allah, Kekuatan tertinggi. Spirituality memiliki beberapa
aspek antara lain :
a. Hubungan yang tidak diketahui
atau ketidakpastian dalam hidup
b. Menemukan arti dan tujuan dalam
hidup.
c. Menyadari dan mampu untuk menarik
sumber-sumber dan kekuatan dari dalam diri.
d.
Mempunyai perasaan hubungan kedekatan dengan diri sendiri dan Tuhan atau Allah.
(Cozier Barbara, 2000).
Kesehatan
spiritual atau kesejahteraan adalah” rasa keharmonisan saling kedekatan antara
diri dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi “(Hungelmann
et al,1985).
Spiritual
dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan mereka dengan
orang lain. Banyak orang dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki
hubungan yang langgeng. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri sendiri
secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritual( )
Kesehatan
jiwa ( spiritual ) menurut ilmu kedokteran saat ini adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yan optimal dari
seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan orang lain (
suliswati,Hj.tji anita,2004).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketika
meninjau pengkajian spiritual dan mengintegrasikan informasi kedalam diagnosa
keperawatan yang sesuai, perawat harus mempertimbangkan status kesehatan klien
terakhir dari perspektif holistik, dengan spiritualitas sebagai prinsip
kesatuan (Farran, 1989). Setiap diagnosa harus mempunyai faktor
yang berhubungan dengan akurat sehingga intervensi yang dihasilkan dapat
bermakna dan berlangsung (Potter and Perry, 1997).
Diagnosa keperawatan yang berkaitan
dengan masalah spiritual menurut North American Nursing Diagnosis Association
(2006) adalah distres spiritual. Pengertian dari distres spiritual adalah
kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup
seseorang dihubungkan dengan agama, orang lain, dan dirinya.
Menurut North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA, 2006) batasan diagnosa keperawatan distres
spiritual adalah :
a.
Berhubungan
dengan diri, meliputi mengekspresikan kurang dalam harapan, arti, tujuan hidup,
kedamaian, penerimaan, cinta, memaafkan diri, keberanian, marah, rasa bersalah,
koping yang buruk.
b. Berhubungan dengan orang lain,
meliputi menolak berinteraksi dengan teman, keluarga, dan pemimpin agama,
mengungkapkan terpisah dari sistem dukungan, mengekspresikan keterasingan.
c.
Berhubungan
dengan seni, musik, literatur dan alam, meliputi tidak mampu mengekspresikan
kondisi kreatif (bernyanyi), tidak ada ketertarikan kepada alam, dan tidak ada
ketertarikan kepada bacaan agama
d. Berhubungan dengan kekuatan yang
melebihi dirinya, meliputi tidak mampu ibadah, tidak mampu berpartisipasi dalam
aktifitas agama, mengekspresikan marah kepada Tuhan, dan mengalami penderitaan
tanpa harapan.
Menurut
North American Nursing Diagnosis Association (2006) faktor yang berhubungan
dari diagnosa keperawatan distres spiritual adalah mengasingkan diri,
kesendirian, atau pengasingan sosial, cemas, kurang sosiokultural/ deprivasi,
kematian dan sekarat diri atau orang lain, nyeri, perubahan hidup, dan penyakit
kronis diri atau orang lain.
a.
Bagaimana
penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan ketidakmampuan
merekonsilasi penyakit dengan keyakinan spiritual.
b. Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan kehilangan agama sebagai dukungan utama
c.
Takut yang
berhubungan dengan belum siap untuk menghadapai kematian dan pengalaman
kehidupan setelah kematian.
d. Berduka yang disfungsional :
keputusasaan berhubungan dengan keyakinan bahwa agama tidak mempunyai arti.
e.
Keputusasaan
berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang peduli termasuk tuhan
f.
Ketidakberdayaan
berhubungan dengan perasaan menjadi korban
g. Disfungsi seksual berhubungan dengan
konflik nilai
h. Pola tidur berhubungan dengan
distress spiritual
i.
Resiko
tindak kekerasan terhadap diri sendiri berhubunga ndengan perasaan bahwa hidup
tidak berarti
3. PERENCANAAN
Dengan menetapkan rencana perawatan, tujuan ditetapkan
secara individual, dengan mempertimbangkan riwayat klien, area beresiko, dan
tanda-tanda disfungsi serta data obyektif yang relevan (Hamid, 2000).
Menurut (Munley, 1983 cit Potter and Perry, 1997) terdapat
tiga tujuan untuk pemberian perawatan spiritual yaitu klien merasakan perasaan
percaya pada pemberi perawatan, klien mampu terkait dengan anggota sistem
pendukung, pencarian pribadi klien tentang makna hidup meningkat. Tujuan askep
klien distress spiritual berfokus pada menciptakan lingkungan yang mendukung
praktik keagamaan dan keyakinan yang biasa dilakukannya.
Klien dengan distress spiritual akan
:
a.
Mengidentifikasi
keyakinan spiritual yang memenuuhi kebutuhan
b. Menggunakan kekuatan keyakinan,
harapan dan rasa nyaman ketika menghadapi penyakit.
c.
Mengembangkan
praktik spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri sendiri, Tuhan dan dunia luar
d. Mengekspresikan kepuasan dengan
keharmonisan antara keyakinan spiritual dengan kehidupan sehari-hari.
Kriteria hasil yang diharapkan klien
akan :
a.
Menggali
akar keyakinan dan praktik spiritual
b. Mengidentifikasi factor dala mkehiduapn
yang menantang keyakinan spiritual
c.
Menggali
alternative : menguatkan keyakinan
d. Mengidentifikasi dukungan spiritual
e.
Melaburkan
/ mendemonstrasikan berkurangnya distress spiritual setelah keberhasilan
intervensi
Pada dasarnya perencanaan pada klien
distress spiritual dirancang untuk memenuhi kebutuhan klien dengan membantu
klien memnuhi kewajiban agamanya dan menggunakan sumber dari dalam dirinya.
4. IMPLEMENTASI
Pada tahap implementasi, perawat menerapkan rencana intervensi
dengan melakukan prinsip - prinsip kegiatan asuhan keperawatan sebagai berikut
(Hamid, 2000) :
a.
Periksa
keyakinan spiritual ibadah
b. Fokuskan perhatian pada persepsi
klien terhadap kebutuhan spritualnya.
c.
Jangan
mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual
d. Mengetahui pesan non verbal tentang
kebutuhan spiritual pasien
e.
Berespon
secara singkat, spesifik dan factual
f.
Mendengarkan
secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati masalah klien
g. Menerapkan tehnik komunikasi
terapeutik dengan tehnik mendukung menerima, bertanya, memberi infomasi,
refleksi, menggali perasaan dan kekuatan yang dimiliki klien
h. Meningkatkan kesadaran dengan
kepekaan pada ucapan atau pesan verbal kien
i.
Memahami
masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak berarti menyetujui klien
j.
Menentukan
arti dari situasi klien, bagaimana klien berespon terhadap penyakit. Apakah
klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman, cobaan atau
anugrah dari Tuhan ?
k. Membantu memfasilitasi klien agar
dapat memenuhi kewajiban agamanya
l.
Memberitahu
pelayanan spiritual yang tersedia di Rumah Sakit.
Menurut Amenta dan Bohnet (1986) cit
Govier (2000) ada empat alat / cara untuk membantu perawat dalam menerapkan
perawatan spiritual yaitu :
a.
Menyimak
dengan perilaku wajar
b. Selalu ada
c.
Menyetujui
apa yang dikatakan klien
d. Menggunakan pembukaan diri
Perawat berperan sebagai komunikator
bila pasien menginginkan untuk bertemu dengan petugas rohaniawan atau bila
menurut perawat memerlukan bantuan rohaniawan dalam mengatasi masalah
spiritualnya.
Menurut McCloskey dan Bulechek (2006)
dalam Nursing Interventions Classification (NIC), intervensi dan diagnosa
distres spiritual salah satunya adalah support spiritual. Definisi support
spiritual adalah membantu pasien untuk merasa seimbang dan berhubungan dengan
kekuatan Maha Besar. Adapun aktivitasnya meliputi :
a.
Buka
ekspresi pasien terhadap kesendirian dan ketidakberdayaan
b. Beri semangat untuk menggunakan
sumber – sumber spiritual
c.
Siapkan
artikel tentang spiritual, sesuai pilihan pasien
d. Tunjuk penasihat spiritual pilihan
pasien
e.
Gunakan
teknik klarifikasi nilai untuk membantu pasien mengklarifikasi kepercayaan dan
nilai, jika diperlukan
f.
Mampu
untuk mendengar perasaan pasien
g. Fasilitasi pasien dalam meditasi,
berdoa atau ritual keagamaan
h. Dengarkan dengan baik komunikasi
pasien dan kembangkan rasa pemanfaatan waktu untuk berdoa atau ritual keagamaan
i.
Yakinkan
kepada pasien bahwa perawat dapat mensupport pasien ketika sedang menderita
j.
Buka
perasaan pasien terhadap rasa sakit dan kematian
k. Bantu pasien untuk berekpresi yang
sesuai dan bantu mengungkapkan rasa marah dengan cara yang baik.
5. EVALUASI
Perawat mengevaluasi apakah intervensi keperawatan membantu
menguatkan spiritualitas klien. Perawat membandingkan tingkat spiritualitas
klien dengan perilaku dan kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan.
Klien harus
mengalami emosi sesuai dengan situasi, mengembangkan citra diri yang kuat dan
realistis, dan mengalami hubungan interpersonal yang terbuka dan hangat.
Keluarga dan teman, dengan siapa klien telah membentuk persahabatan dapat
dijadikan sumber informasi evaluatif. Klien harus juga mempertahankan misi
dalam hidup dan sebagian individu percaya dan yakin dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa atau Maha Tinggi. Bagi klien dengan penyakit terminal serius, evaluasi
difokuskan pada keberhasilan membantu klien meraih kembali harapan hidup
(Potter anfd Perry, 1997).
Untuk mengatahui apakah pasien telah mencapai kriteria hasil
yang ditetapkan pada fase perencanaan, perawat perlu mengumpulkan data terkait
dengan pencapaian tujuan asuhan keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan tercapai
apabila secara umum pasien mampu :
a.
Mampu
beristirahat dengan tenang
b. Menyatakan penerimaan keputusan
moral / etika
c.
Mengekspresikan
rasa damai berhubungan dengan Tuhan
d. Menunjukkan hubungan yang hangat dan
terbuka dengan pemuka agama
e.
Mengekspresikan
arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
f.
Menunjukkan
afek positif tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan ansietas
g. Menunjukkan perilaku lebih positif
h. Mengekspresikan arti positif
terhadap situasi dan keberadaannya.
Langganan:
Postingan (Atom)